Choseon Imperial Family
Pendiri Joseon adalah Yi Seong-gye
yang diangkat jadi Raja Taejo. Ia
adalah seorang anggota klan
Yi dari Jeonju yang melakukan kudeta terhadap Raja
Woo dari Goryeo. Yi Seong-gye terkenal sebagai ahli
militer cerdik dalam memimpin perang terhadap bajak laut
Jepang yang mengganggu perairan Korea. Ia memindahkan ibukota dari
Gaegyeong (kini Gaeseong)
ke Hanseong dan mendirikan istana Gyeongbok tahun 1394.
Suksesi secara patrilineal dari Raja
Taejo tidak pernah terputus sampai zaman modern. Penguasa terakhir, Sunjong, atau
Kaisar Yungheui yang diturunkan secara paksa oleh militer Jepang sebagai kepala
negara pada tahun 1910. Penerus garis keturunan raja dari Dinasti
Joseon pada saat ini hanyalah keturunan dari Yeongchinwang
(Putra Mahkota Uimin) dan Uichinwang
(Pangeran Uihwa) yang merupakan adik Sunjong.
Selama rezimnya, Joseon memimpin
penuh Korea, menganut paham Konfusianisme dan
menerapkannya dalam masyarakat, mengimpor dan mengadopsi kebudayaan Tionghoa. Pada saat inilah Korea
mencapai kegemilangan dalam bidang budaya, literature,
dan ilmu pengetahuan.
Namun demikian Joseon mengalami kemunduran serius di akhir abad ke-16 sampai
awal abad ke-17 akibat invasi Jepang dan invasi Dinasti Qing. Hal itu menyebabkan Joseon
mulai menjalani kebijakan
isolasi terhadap dunia luar sehingga dikenal sebagai Kerajaan
Pertapa. Joseon perlahan membuka diri pada abad ke-18, namun
menghadapi perselisihan internal, tekanan asing, serta pemberontakan dalam
negeri sehingga menjelang akhir abad ke-19, Joseon mulai kehilangan
kecakapannya. Pada tahun 1895, Joseon dipaksa
menandatangani dokumen kemerdekaan dari Dinasti Qing setelah kemenangan Jepang dalam Perang Sino-Jepang
Pertama serta Perjanjian Damai
Shimonoseki. Pada tahun 1897-1910, Joseon secara umum dikenal
sebagai Kekaisaran Korea
untuk menandakan bahwa Joseon tidak lagi berada dalam kekuasaan Dinasti Qing.
Kekaisaran Jepang mengakhiri era Dinasti Joseon pada tahun 1910 saat Raja
Gojong dipaksa menandatangani Perjanjian Aneksasi Jepang – Korea.
Masa Dinasti Joseon telah
meninggalkan warisan yang sangat berpengaruh bagi wajah Korea modern; etiket
dan norma-norma budaya, perilaku bermasyarakat, dan juga bahasa Korea modern
dan dialeknya berakar dari pola pemikiran tradisional periode ini.
Sejarah
Awal
perkembangan
Di akhir abad ke-14 M, dinasti Goryeo yang berusia 400 tahun yang
didirikan Wang-geon tahun 918 lengser, fondasinya melemah
akibat perang yang berkepanjangan dan penjajahan de facto oleh Kekaisaran Mongol. Dalam tubuh kerajaannya
sendiri juga mengalami perselisihan dikarenakan tidak hanya penguasanya gagal
mengendalikan secara efektif kerajaannya, namun juga dianggap tercemari oleh
generasi-generasi dari perkawinan paksa dengan anggota keluarga Kekaisaran
Mongol dan keluarga rival (bahkan ibu dari Raja Woo adalah rakyat biasa, yang
membuat tersebarnya rumor yang meragukan keturunannya dari Raja
Gongmin. Dalam kerajaan, kelompok para bangsawan, jenderal, bahkan
perdana menterinya terpecah-pecah dalam partai berbeda yang tujuannya mencari
kekuasaan semata. Dengan meningkatnya serangan bajak laut Jepang dan kelompok Sorban
Merah, kekuasaan kerajaan mulai didominasi oleh 2 kelompok
bangsawan, Bangsawan Sinjin dan Bangsawan Gwonmun, serta seorang jenderal yang
dapat menangkis ancaman asing; Jenderal berbakat Yi Seong-gye dan rivalnya Choe Yeong.
Menyusul berdirinya Dinasti Ming dibawah pimpinan Zhu Yuanzhang yang karismatik (Kaisar Hongwu),
kekuasaan dalam tubuh Goryeo terpecah ke dalam
faksi-faksi yang saling berkonflik yaitu kelompok yang dipimpin Jenderal Yi
(pendukung Ming) dan Jenderal Choe (di posisi Mongol). Ketika utusan Ming tiba
di Goryeo tahun 1388 (tahun ke-14 rezim Raja Woo) untuk meminta pengembalian
teritori utara Goryeo kepada Ming, Jenderal Choe menggunakan kesempatan itu
untuk melakukan invasi terhadap Semenanjung Liaodong
(Goryeo mengklaim sebagai penerus kerajaan kuno Goguryeo dan menginginkan untuk mengembalikan
kejayaannya dengan mengambil alih Manchuria). Jenderal Yi yang dapat dipercaya
dijadikan pemimpin invasi, namun pada saat mencapai Pulau Wuihwa di Sungai
Yalu, ia memberontak dan memimpin balik pasukan ke ibukota Gaegyeong, melakukan
pembunuhan terhadap Jenderal Choe dan para pengikutnya. Ia memulai kudeta
terhadap Raja
Woo dan mengangkat putranya, Raja Chang pada tahun 1388.
Karena usaha restorasinya gagal Jenderal Yi membunuh mantan Raja Woo dan Raja
Chang lalu memaksa raja baru naik tahta, yakni Raja Gongyang.
Setelah memaksakan kekuasaanya secara tidak langsung melalui raja boneka, Yi
mulai bersekutu denagn Bangsawan Sinjin seperti Jeong
Do-jeon dan Jo Jun.
Sebagai jenderal de facto Goryeo, ia membuat Undang-Undang Gwajeon yang secara
efektif bertujuan untuk menyita tanah dari tuan tanah kaya dan kelompok
bangsawan konservatif Gwonmun, lalu membagi-bagikannya kepada pendukungnya di
kelompok Sinjin. Pada tahun 1392 (tahun ke-4 rezim Raja Gongyang), putra ke-5
Yi, Yi Bang-won, demi kesetiaanya pada ayahnya memerintahkan 5 orang untuk
mengeksekusi seorang bangsawan pendukung rezim lama bernama Jeong Mong-ju di
Jembatan Seonjuk dekat ibukota. Tahun yang sama, Yi menuruntahtakan Raja
Gongyang, mengasingkannya ke Wonju
dan naik tahta. Dinsati Goryeo berakhir setelah 500 tahun berkuasa.
No comments:
Post a Comment